zaman sulit, sulit percaya siapa
Beritaberita di media mengabarkan dunia di ambang
resesi, bahkan depresi ekonomi. di negeri ini minyak mau dinaikkan harganya,
tentu barang dan jasa akan membumbung tinggi. tak jadi bulan mei, juni mungkin
saja diketuk tuh palu kenaikan harga BBM.
Cuma
yang terbayang, berapa derita orangorang kurang mampu, setelah didera
berkalikali kenaikan harga barang? Belum dinaikkan BBM, sudah tak terhitung
naiknya harga bahan pokok dan sembako.
Subsidi
BBM dicabut, dikurangi, dengan dalih akan bisa menghasilkan uang untuk si
miskin, sudah berapa kali ini terdengar dari berbagai rezim yang berganti?
Entah namanya JPS, atau yang kini pakai akhiran “kin”, tapi tetap saja kita
dengar anak busung lapar, anak dan ibu mati kelaparan, dan angka pengangguran
yang terus bertambah.
Apa
yang dinanti dari pemerintah dan politisi/parlemen/parpol adalah ketegasan
melindungi dan mengayomi kelompok rakyat miskin. Jika minyak tanah diantri
sampai mengular di terik panas, dan konversi gas elpiji ditunjukkan dengan
kesulitan mendapatkannya –di luar harga mahal sekali beli– maka apatisme di
kalangan orang banyak satu keniscayaan. Bahasa klise semboyan dan iklan basi:
kami butuh bukti, bukan janji! Begitu juga yang dimaui orang kebanyakan, kalau kita
mau mencoba memahaminya.
Hemat energi harus dimulai, teriak pemerintah. Bagus itu, jadi ingat semboyan
Soeharto di zamannya: kencengken ikat pinggang! Tapi, yang punya mobil banyak,
mobil bersilinder tinggi, rumah besar dibenderangi lampulampu banyak perabot
elektronik; dan kantorkantor pemerintah terus terang sepanjang siang dan
petang?
Kalau
mau serukan hemat energi, mulailah dari diri sendiri yang menyerukan:
pemerintah. kalau mobil banyak di setiap keluarga pejabat, kurangilah, maka
konsumsi BBM untuk mereka juga berkurang, setidaknya beban negara juga
berkurang. Kalau di kantor banyak mobil dinas yang kurang perlu, kurangi
pemakaian dan operasionalnya. batasi juga penggunaan pribadi dan dinas. Hal-hal
sederhana dan basi dari duludulu dituntut banyak orang, tapi belum ada action
saja.
Di
zaman sulit melilit ini, pada siapa orang awam memberikan kepercayaannya?
Silakan, bagi yang mau mementahkan asumsi ini sebagai satu kekeliruan untuk
menjawabnya. Sejarah akan mencatat orangorang yang benarbenar berkomitmen bagi
banyak orang, maupun yang mengkianati amanat banyak orang.
Kita
harapkan para pihak yang diberi wewenang memakmurkan bangsa ini tidak putus asa
mendapat kritik dan saran yang kedengarannya bawel, bahkan bisa terancam
gugatan melalui serangkaian UU yang mengurangi kebebasan berpendapat. Tapi,
tujuan kritik ini untuk mengingatkan dan meminta keseriusan pihak yang
bertanggungjawab. Setiap orang bertanggungjawab atas kepemimpinannya, bahkan
seorang individu, dia juga memimpin dirinya maupun keluarganya. Begitu ajaran
agama yang kuketahui.
Dan,
tulisan ini merupakan bagian tanggungjawab pengeblog sebagai komponen kecil
bangsa ini.
8 Mei 2008
Ini Kado dari Pemerintah
(bagi 100 th Kebangkitan Bangsa dan
10 th Reformasi)
Peringatan 100 tahun Kebangkitan
Bangsa maupun pengingatan 10 tahun Reformasi setidaknya tiga tokoh cukup
berintegritas telah tiada, aktor Sophan Sophiaan, mantan Gubernur DKI Ali
Sadikin, dan tokoh perempuan S.K Trimurti. Semoga Allah mengampuni mereka dan
menerima amalan mereka. Amien.
Akhirnya, BBM pun dinaikkan harganya
oleh pemerintah. Demonstrasi meminta pemerintah membatalkan rencana itu, maupun
desakan sejumlah kalangan tak digubris.
Demo anti kenaikan harga Bahan Bakar
Minyak (BBM) di sejumlah daerah yang cukup panas dengan bentrokan melibatkan
mahasiswa dan polisi, bahkan polisi masuk menyerang kampus!
Sementara, yang lebih penting,
kenaikan harga barang telah terjadi sebelum dan setelah pengumuman kenaikan BBM
itu.
Para penentang keputusan pemerintah
SBY cukup gusar dengan ketidakpedulian pemerintah yang mengabaikan suara-suara
menentang itu. Sementara barangbarang bahan pokok sudah naik, rakyat jualah
yang menanggung paling berat dari kenaikan ini, karena semua barang dan jasa mendapat
dampak domino dari kenaikan BBM.
Kalau ada penekanan penguasa bahwa
kenaikan karena subsidi dinikmati segelintir masyarakat Indonesia, maka kita
tunggulah, siapa yang paling banyak dan menderita terkena serangan kenaikan
ini: apakah yang segelintir ini atau rakyat kebanyakan yang banyak itu? Apakah
jumlah penderita busung lapar tidak akan meningkat? Apakah jumlah pengangguran
tidak akan bertambah? Apakah biaya sekolah/pendidikan tidak akan melesat naik?
Apakah harga obat dan pengobatan tidak akan naik?
Sementara kita tahu, pemerintah
tidak mampu mengendalikan para spekulan dan penimbun barang. Maka, minyak tanah
dan bensin langka, elpiji langka, setelah itu barang bahan pokok naik lagi,
padahal sebelum diumumkan sudah naik. Para penumpang angkutan pun dipaksa
membayar mahal secara tak resmi, karena sopir membeli minyak dengan harga baru
(yang mahal). Konsumen tidak berdaya di negeri ini, meski di koran-koran, di
teve-teve para pejabat seolah batman yang berani memberantas keberingasan para
spekulan itu. Padahal, dari dulu, pasar liar inilah yang tak bisa dikendalikan
pemerintah. Juga spekulan minyak dan gas, siapa yang bisa menghukumnya?
Maka, berderetlah kekecewaan pada
pemerintah kini. Mereka tak ada bedanya dengan pemerintah-pemerintah
sebelumnya, yang selalu memilih cara tergampang dan tak memakai otak berat:
naikkan BBM, kurangi subsidi BBM. Jadi, orang-orang tak perlu bersekolah
tinggi, tak perlu punya ahli ekonomi lulusan Amrik, bisa memakai cara ini jika
mereka memerintah. Cara paling gampang dan bodoh. Karena tidak kreatif dan
tidak pernah melihat sesuatu secara introspektif. Selalu yang dijadikan
sasaran: kelompok kecil yang mampu. Tapi menembakkan semua meriam ke semua
rumah, rumah reot dan lapuk jadi ikut hancur.
Lalu, iming-iming tak mendidik
dipakailah: penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT). Uang diberikan secara
tunai kepada masyarakat miskin. Padahal kita tahu, cara ini tidak mendidik dan
bersifat tidak solutif.
Lalu, dua menteri beriklan ria di layar
kaca, seolah-olah paling merasakan nasib rakyat kecil. Padahal mereka itu
penggemar berat (fans, bahasa anak mudanya!) IMF dan World Bank. Seorang
menteri yang makin sejahtera dan terkaya di negeri ini juga menyuarakan suara
peduli wong cilik. Moga-moga penonton tv itu tidak jantungan menyaksikannya,
masih bisa mengurut-urut dada yang makin kerempeng ini.
Bagusnya, sejumlah kepala daerah
(provinsi dan kabupaten/kota) menyuarakan pesimisme mereka dengan sogokan ala
BLT ini. Keberatan dari mereka yang mencoba memahami gejolak masyarakatnya, dan
menilik dari pengalaman buruk sebelumnya. Ada juga unsur pemerintah (dari
daerah lho) yang berpikir lebih panjang dan arif dibanding mereka yang
mencengkram negeri ini dengan kuasanya yang tak jelas untuk siapa.
Lalu, apa peranan parlemen? Itulah,
ada partai yang keberatan, tapi mereka tak cukup serius membela rakyat kecil
dari keterpurukan ekonomi ini. Sangat lemah atau melemahkan diri di hadapan
para penguasa eksekutif itu. Kini kabarnya mereka akan mengajukan interpelasi
dan hak angket. Tapi, lihat saja, jangan berharap banyak dululah.
Ahh, kita berharap pada mahasiswa
demonstran lagi, yang bahkan sebagian kecil ada juga mantan mahasiswa angkatan
1998 itu? Maka terdengar lagi nama Forkot dan seorang mantan pejabat yang ikut
memprotes, bahkan turun ke jalan. Seakan-akan diingatkan pada kurun 10 tahun
silam? Deja vu sepuluhtahunan.
Blogger ini orang awam soal ekonomi
negara, Cuma bisa mengimbau: mbok ya kreatif lah jadi pemerintah. Jangan selalu
memelaratkan rakyat, karena itu bukanlah amanat yang dibebankan dari
konstitusi.
Memakmurkan rakyat itu tujuan anda
dipilih jadi pemerintah negeri ini. Kalau hanya bisa menambah pundi-pundi
orang-orang anda (termasuk pejabat yang pengusaha), ataupun menambah kaya
investor asing tapi merugikan negeri ini, maka anda salah tempat duduk. Kalau
Anda banyak mengeluh, tapi selalu minta pengorbanan orang miskin, maka Anda
salah tempat. Lebih baik anda mundur jika tak berkomitmen memakmurkan bangsa
ini.
Lebih baik anda pergi jika tak
berniat melindungi kekayaan negeri ini. Ini adalah negeri yang terancam karam,
jadi jangan ditambah lagi bocoran-bocoran yang membuat makin banyak air laut
menenggelamkan kapal. Jangan kau jual perusahaan negeri jika itu menambah
sengsara negara. Tapi, jika kau sama saja seperti rezim-rezim sebelumnya yang
doyan memperkaya orang asing dan mendapat keuntungan dari hal itu –apalagi kau
mempersiapkan uang untuk pemilu 2009—maka laknat Allah lah untuk kau.
Jika rakyat sudah muak, tak ada
pilihan lain, maka akan banyak orang yang turun ke jalan. Angka-angka frustrasi
akan melesat tak terduga. Terlalu besar ongkos sosial diakibatkan
ketidakpedulian rezim yang tak pernah berubah seperti para pendahulunya itu.
Dan masih terngiang, orasi
demonstran sepuluh tahun silam: “Rakyat bersatu, tak bisa dikalahkan!!!”
NB: buat para perintis kebangkitan
bangsa, orang-orang seabad setelah anda terlalu ‘lugu’ untuk bisa memahami apa
itu kebangkitan..maafkan yah..
27 Mei 2008